![]() |
Foto: Salah Satu Kajian Offline Kadam Sidik |
Di tengah derasnya hiburan media sosial yang serba cepat dan ringan, Kadam Sidik konsisten menghadirkan nuansa berbeda lewat konten dakwah digital yang khas. Ia mengenalkan bahasa Arab dengan pendekatan santai, menghibur, dan terasa akrab, terutama bagi Gen Z. Istilah-istilah Arab yang ia sampaikan dalam kontennya tak lagi terdengar asing atau berat. Justru karena dibawakan secara ringan dan bersahabat, bahasa Arab terasa lebih hidup dan menyenangkan.
Kadam tidak hanya menguasai bahasa Arab secara teori. Ia tinggal di Makkah hingga usia enam tahun, lalu pindah ke Indonesia. Hingga kini, ia masih terbiasa menggunakan bahasa Arab dalam kesehariannya bersama keluarga. Melalui kanal YouTube Mata Naqra, ia pernah mengatakan, “Anniyyah, nulisnya pakai bahasa Arab ya, karena kita lagi ngaji kajian yang menggunakan bahasa Arab. Tapi di bawahnya juga boleh ditambah artinya.” Kalimat itu menunjukkan bahwa dalam beberapa kajian tertentu, Kadam membiasakan penggunaan bahasa Arab secara aktif, terutama saat membahas kitab-kitab klasik. Di kanal tersebut, ia rutin mengisi kajian seperti Arba’in Nawawi dengan campuran bahasa Arab dan Indonesia. Penyampaiannya yang mengalir dan tidak menggurui membuat kajiannya terasa ringan namun tetap berbobot.
![]() |
Foto: Salah Satu Kajian Online Kadam Sidik |
Tak hanya melalui konten daring, Kadam juga aktif mengisi kajian di berbagai kota, baik di Jawa maupun luar pulau seperti Aceh, Makassar, dan Kendari. Ke depan, ia bahkan berencana memperluas jangkauan dakwahnya dengan konten berbahasa Inggris agar nilai-nilai Islam dan keindahan bahasa Arab dapat dinikmati audiens global. Pengaruhnya di kalangan anak muda sangat terasa. Banyak yang awalnya tertarik karena visual, tapi justru bertahan karena isi. Seorang penggemar pernah berkata, “Awalnya follow karena ganteng, tapi kok ngajinya enak juga ya. Terus malah jadi pengen belajar bahasa Arab.”
Beberapa tahun sebelum hadir langsung di salah satu kajian Kadam di Semarang, penggemar tersebut pernah mengirim hadiah berupa kitab. Kadam menyambutnya dengan hangat dan sempat mengunggahnya ke Instagram Story serta salah satu video YouTube-nya. “Makaciii… FYI, daripada kirimin saya hadiah yang mahal banget, dikasih buku atau kitab beginian jauh lebih membahagiakan untuk saya,” tulisnya. Respons positif itu membuat sang penggemar sangat senang dan tidak menyangka akan mendapat apresiasi secara terbuka.
Meskipun masih memiliki garis keturunan dari keluarga Nabi, Kadam enggan dipanggil Habib atau Ustadz. Ia lebih nyaman disapa Kadam atau Lora dan mempersilakan siapa saja menganggapnya sebagai sosok yang dekat, seperti abang, bapak, atau teman. Bahkan dalam sebuah kajian, ia sempat bercanda, “Selama saya di Bandung dan sekitarnya, jangan panggil Lora. Panggil Aa’.” Kadam Sidik kini dikenal sebagai wajah dakwah Gen Z yang hangat, dekat, dan mampu membuktikan bahwa bahasa Arab tidak hanya hidup di ruang kelas atau pesantren, tapi juga hadir dalam keseharian digital generasi muda melalui konten-kontennya.
Penulis : Ukhti Salma
Editor : Akhi Elfin
Komentar
Posting Komentar