Seni sastra telah menemani perjalanan dari peradaban umat manusia sedari masa purbakala hingga masa kecerdasan buatan. Kehadiran seni sastra pun turut mengubah ataupun menciptakan sebuah dinamika tersendiri bagi suatu sejarah yang telah tercipta pada masanya. Masa jahiliyah merupakan sebuah masa sejarah gelap yang pernah terjadi di wilayah jazirah Arab. Banyak masyarakat Arab yang seringkali bertindak dengan begitu aneh dalam kehidupan bermasyarakatnya, seperti: menolak kelahiran bayi berjenis kelamin perempuan serta banyak melakukan peperangan terhadap sesama manusia. Bahkan, masa tersebut telah dianggap sebagai salah satu masa terburuk yang pernah terjadi selama peradaban umat manusia berjalan melalui nash-nash yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur'an.
Meskipun demikian, pada zaman tersebut juga turut lahir beberapa sastrawan yang sukses menelurkan berbagai karya sastra terbaik sehingga menjadi populer bagi pegiat Bahasa Arab. Salah satu sastrawan yang eksis pada masa jahilliyah ialah Zuhair bin Abu Sulma. Ia memiliki nama panjang Zuhair bin Abi Sulma Rabi’ah bin Rayyah Al-Muzani. Zuhair lahir pada sekitar tahun 520 Masehi, tumbuh di lingkungan Bani Gathfan dan berdomisili di Haajir, sebuah wilayah yang terletak di kawasan Najd, Arab Saudi. Orang tua Zuhair merupakan sastrawan, ayah kandung dan ayah tiri Zuhair merupakan seorang sastrawan. Oleh karena itulah, kiprah Zuhair memang tidak terlepas dari peran didikan orangtuanya.
Sebagai seorang sastrawan, Zuhair dikenal sebagai sosok sangat lihai dalam menyusun sebuah syi'ir berbahasa arab melalui kemampuan menulisnya yang luar biasa. Terlihat dari bagaimana cara ia melakukan pemilihan diksi sehingga makna yang disajikan dapat dirasakan oleh khalayak luas melalui kontemplasi dan perenungan yang begitu mendalam. Ia lebih sering menyusun sebuah syi'ir yang kebanyakan lebih merujuk pada isu-isu moralitas. Alasan ia lebih memilih dengan tema seperti itu karena ia merasa sangat resah dengan keadaan kehidupan sosial bermasyarakat. Karya sastra syi'ir ciptaan Zuhair ternyata pernah dibacakan kepada Rasulullah SAW oleh keturunannya. Konon katanya, puisinya juga pernah ditampilkan pada Ka'bah. Ia juga merupakan sastrawan favorit Khalifah Umar bin Khattab.
Pada masa hidupnya, Zuhair pernah terlibat dalam peperangan Dahisy dan Ghabara’ , yakni peperangan yang pernah terjadi di masa Jahiliyah, berlangsung selama ratusan tahun dengan melibatkan dua qabilah, yaitu: Abbas dan Zubyan. Oleh sebab itu, Zuhair pernah membuat sebuah syi'ir yang menggambarkan dinamika-dinamika yang terjadi dalam peperangan tersebut seperti: kehancuran dan harapan perdamaian pasca peperangan.
Foto: Ilustrasi Keadaan Pada Masa Jahiliyyah
Adapun salah satu kutipan syi'ir yang pernah disusun oleh Zubair bin Abu Sulma ialah sebagai berikut:
سئمت تكاليف الحياة ومن يعش
ثمانين حولا لا أبالك يسأم
وأعلم ما فى اليوم والأمس قبله
ولكنني عن علم ما في غد عم
ومن هاب أسباب المنايا ينلنه
ولونال أسباب السماء بسلم
ومن يجعل المعروف فى غير أهله
يعد حمده ذما عليه ويندم
ومهما تكن عند امرئ من خليقة
ولو خالها تخفى على الناس تعلم
لأن لسان المرء مفتاح قلبه
إذا هو أبدى ما يقول من الفم
لسان الفتى نصف ونصف فؤاده
فلم يبق إلا صورة اللحم والدم
Artinya:
Aku jenuh dengan beban-beban hidup dan barangsiapa hidup
Selama delapan puluh tahun –tidak ada bapak untukmu-pasti jenuh
Aku mengetahui apa yang terjadi di hari ini dan kemarin
Akan tetapi aku tidak mengetahui apa yang terjadi esok
Barangsiapa takut kepada sebab-sebab kematian niscaya ia mendapatkannya
Walaupun dia meraih sebab-sebab langit dengan tangga
Barangsiapa meletakkan kebaikan tidak pada tempatnya
Maka pujian untuknya berbalik menjadi celaan dan dia menyesal
Apapun tabiat yang dimiliki seseorang
Walaupun dia mengiranya samar bagi manusia, ia diketahui
Karena lidah seseorang adalah kunci hatinya
Jika dia menampakkan apa yang dikatakan dari mulut
Lidah seseorang adalah separuh dan separuhnya lagi adalah hatinya
Selain itu hanyalah bentuk tulang dan daging
Zuhair juga dikenal dengan julukan sebagai abidu al-syi"ir yang berarti hamba sya’ir. Julukan tersebut ia dapatkan karena kebiasaannya ketika sedang menyusun sebuah syi'ir dengan tindakan seperti: mulai menulis, merevisinya, menyimpannya selama setahun, hingga kemudian ia membacakan kepada masyarakat luas. Oleh sebab itu, karya sastranya dikenal sebagai al-hauliyat yang berarti syair tahunan, al-munqohat (syair yang diedit), dan al-muhkamat (syair muhkamat). Pada akhir hayatnya, Zuhair bin Abu Sulma pun wafat pada tahun 609 Masehi di usia yang ke-89 tahun. Dari biografi tersebut, kita bisa mengambil sebuah pelajaran bahwa ketika seseorang telah bersungguh-sungguh dalam berkarya, maka karya tersebut dapat berdampak positif bagi masa yang akan datang.
Penulis : Akhi Elfin
Editor : Ukthi Salma
Komentar
Posting Komentar